Perkawinan merupakan peristiwa yang mengandung nilai moral, sosial, hukum, dan menjadi dasar pembentukan keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
mengatur bahwa suatu perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum agama masing-masing dan dicatatkan di hadapan pejabat yang berwenang sebagai prasyarat terciptanya ketertiban dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, dan bernegara dengan memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi suami, istri, dan anak.
Faktanya, peristiwa perkawinan yang tidak dicatatkan masih terus terjadi.
Sejumlah 34,6 juta pasangan berstatus “kawin belum tercatat” di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia yang dirilis pada 30 Juni 2021. Hal tersebut karena adanya faktor sosial, ekonomi, maupun rendahnya literasi hukum. Kondisi ini berdampak pada terbatasnya akses terhadap layanan publik, lemahnya perlindungan hukum, serta menurunnya ketertiban hukum dan sosial dalam kehidupan keluarga.
Selain itu, dinamika sosial yang berkembang di kalangan generasi muda, seperti kampanye childfree, slogan marriage is scary, dan tren normalisasi kohabitasi atau living together yang menggeser paradigma, menunjukkan
adanya kecenderungan penundaan atau penghindaran terhadap institusi pernikahan yang sah, sehingga menantang nilai-nilai dasar keluarga sakinah.
Sebagai inisiatif strategis atas persoalan tersebut, perlu dilaksanakan Gerakan Sadar (GAS) Pencatatan Nikah yang bersifat partisipatif untuk memperkuat budaya tertib hukum dalam pencatatan perkawinan sebagai fondasi pembentukan keluarga yang sah, terlindungi, dan sejalan dengan nilai Islam
serta arah kebijakan pembangunan nasional.
Tujuan daripada gerakan tersebut antara lain:
1. menegakkan kepatuhan terhadap ketentuan pencatatan pernikahan;
2. menertibkan praktik perkawinan yang tidak tercatat;
3. memperkuat peran Kantor Urusan Agama dan fasilitator dalam pembinaan kesadaran hukum keluarga;
4. meningkatkan literasi perkawinan dan penguatan nilai keluarga bagi generasi muda; dan
5. menanamkan kesadaran bahwa keluarga sakinah dibangun melalui perkawinan yang sah dan tercatat secara hukum.
Sumber: SE 6 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak